Sabtu, 19 Maret 2016

Tarian 33 Provinsi di Indonesia


1. Nanggroe Aceh Darusallam
 
    - Tari Saman

               
Tari Saman adalah sebuah tarian Suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian saman mempergunakan Bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.

2. Sumatera Utara

    - Tari Tor-Tor


Tortor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang. Secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tortor adalah sebuah media komunikasi, di mana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.

Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakan Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan.

Dalam pelaksanaan tarian tersebut salah seorang dari hasuhutan (yang mempunyai hajat akan memintak permintaan kepada penabuh gondang dengan kata-kata yang sopan dan santun sebagai berikut : "Amang pardoal pargonci" :

"Alualuhon ma jolo tu ompungta Debata Mulajadi Nabolon, na Jumadihon nasa na adong, na jumadihon manisia dohot sude isi ni portibion."
"Alualuhon ma muse tu sumangot ni ompungta sijolojolo tubu, sumangot ni ompungta paisada, ompungta paidua, sahat tu papituhon."
'"Alualuhon ma jolo tu sahala ni angka amanta raja na liat nalolo."
Setiap selesai satu permintaan selalu diselingi dengan pukulan gondang dengan ritme tertentu dalam beberapa saat. Setelah permintaan/seruan tersebut dilaksanakan dengan baik maka barisan keluarga suhut yang telah siap manortor (menari) mengatur susunan tempat berdirinya untuk memulai menari.

Adapun jenis permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti : Permohonan kepada Dewa dan pada ro-roh leluhur agar keluarga suhut yang mengadakan acara diberi keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah, dan upacara adat yang akan dilaksanakan menjadi sumber berkat bagi suhut dan seluruh keluarga, serta para undangan.

Setiap penari tortor harus memakai ulos dan mempergunakan alat musik/gondang (Uninguningan).

Ada banyak pantangan yang tidak diperbolehkan saat manortor, seperti tangan si penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas, bila itu dilakukan berarti si penari sudah siap menantang siapa pun dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat (moncak), atau adu tenaga batin dan lain-lain.

Tari tortor digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.

3. Sumatera Barat

    - Tari Piring


Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisional di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan. Tari Piring merupakan sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Di dalam tari piring gerak dasarnya terdiri daripada langkah-langkah Silat Minangkabau atau Silek.

4. Riau
   
    - Tari Joged Dangkung



Nama joged dangkung konon berasal dari bunyi-bunyian yang keluar dari alat musik pengiring tarian yaitu: gendang yang berbunyi “dang” dan gong yang berbunyi “gung”. Lepas dari itu, katanya juga, kesenian yang memadukan unsur tari, musik, dan nyanyi yang tumbuh subur di perkampungan nelayan ini dikenal sejak abad ke-17, dengan nama Joged Tandak atau Joged Lambak.

Seni tari dengan iringan musik dan nyanyian ini tersebar di daerah Tembeling, Moro, Mantang, Pulau Panjang, dan Batam. Lagu-lagu yang dimainkan adalah; Betabik, Dondang Sayang, Serampang Lau, tanjung Katung, Johor Siput Kelapa, Gunung Banang, Tandak Udang Gantung, Jambu Merah, Tanjung Balai dan Gule Batu.

Tariannya meliputi tarian pembukaan (betabik), tari gembira (rancak), tari lembut dan tari penutup. Jumlah pemainnya terdiri atas 4—8 penari, 3 orang pemusik dan seorang penyanyi. Dahulu, setiap penari sekaligus penyanyi, tetapi sekarang jarang sekali orang bisa menari dan sekaligus bisa menyanyi.

Kesenian ini biasanya dipergelarkan atau dipentaskan pada malam hari, sekitar pukul 20.000 WIB sampai dengan tengah malam. Sedangkan saat-saat pementasannya, biasanya ketika ada upacara di lingkaran hidup individu (perkawinan dan khitanan), sengaja mengadakan pertunjukan keliling (sekarang tidak pernah ada lagi), dan mengisi acara suatu peringatan agar menjadi lebih semarak. Misalnya, peringatan hari-hari besar agama (Islam), hari-hari besar nasional Indonesia (terutama hari kemerdekaan Indonesia), atau event-event khusus lainnya.

Peralatan musik yang mengiringinya antara lain gendang (tambur), biola dan gong. Sedangkan pakaian yang dikenakan oleh para penarinya adalah baju kebaya pendek dengan bawahan sarung atau kain batik. Urutan pementasannya adalah sebagai berikut: pertama, adalah semacam pemberitahuan kepada para “penunggu” setempat yang berupa makhluk halus agar pertunjukan berjalan sebagaimana mestinya. Babak ini sering disebut dengan buka tanah. Kedua, pelantunan lagu dan tarian bertabik (suatu tarian yang bermakna ucapan selamat datang). Ketiga, pelantunan lagu Dondang Sayang, kemudian disusul lagu-lagu sesuai dengan permintaan penandak berjudul Tanjung Katung. Dan keempat, pelantunan lagu yang berjudul Cik Cilik yang sekaligus penutup pertunjukan. 

5. Kepulauan Riau
    
     - Tari Tandak



Tari Tandak adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Riau dan Kepulauan Riau. Tarian ini tergolong tarian pergaulan yang biasanya ditampilkan oleh para penari pria dan penari wanita. Dengan berbusana tradisional melayu mereka menari dengan gerakannya yang khas dan diiringi oleh lagu dan alunan musik pengiring. Tari Tandak ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah Riau dan Kepulauan Riau. Tarian ini biasanya sering ditampilkan di berbagai acara, baik acara adat maupun acara budaya yang diselenggarakan di sana.

Sejarah Tari Tandak

Menurut sejarahnya, Tari Tandak sudah ada sejak zaman dahulu kala. Tarian ini awalnya merupakan suatu tradisi masyarakat yang dilakukan untuk mempertemukan para pemuda-pemudi dan menjadi media untuk saling mengenal serta bersilaturahmi. Sehingga tak jarang juga dari mereka yang mengikuti Tari Tandak ini bisa sekaligus mencari jodoh atau pasangan hidupnya.

Tari Tandak dulunya bahkan juga dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya, terutama pada bulan juli-oktober dimana pada bulan tersebut para petani selesai panen. Acara tersebut biasanya ditampilkan pada malam hari dan dipimpin oleh Kepala Ngejang selaku pemimpin tari. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tradisi tersebut mulai luntur. Dan untuk menjaga tarian tersebut agar tetap lestari, Tari Tandak kemudian dikembangkan menjadi tarian pertunjukan.

6. Jambi
  
    - Tari Sekapur Sirih


Tari Sekapur Sirih merupakan tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar di Provinsi Jambi dan Riau.dan juga terkenal di malaysia sebagai tarian wajib kepada tamu besar

Keagungan dalam gerak yang lembut dan halus menyatu dengan iringan musik serta syair yang ditujukan bagi para tamu. Menyambut dengan hati yang putih muka yang jernih menunjukkan keramahtamahan bagi tetamu yang dihormati.

Tari ini menggambarkan ungkapan rasa putih hati masyarakat dalam menyambut tamu. Sekapur Sirih biasanya ditarikan oleh 9 orang penari perempuan, dan 3 orang penari laki-laki, 1 orang yang bertugas membawa payung dan 2 orang pengawal. Propetri yang digunakan: cerano/wadah yang berisikan lembaran daun sirih, payung, keris. Pakaian: baju kurung /adat Jambi, iringan musik langgam melayu dengan alat musik yang terdiri dari : biola, gambus, akordion, rebana, gong dan gendang.

7. Sumatera Selatan 

    - Tari Tanggai



Tari tanggai adalah sebuah tarian yang disajikan untuk menyambut tamu yang telah memenuhi undangan. Tari tanggai biasanya dipertontonkan dalam acara pernikahan adat daerah Palembang. Tari tanggai menggambarkan keramahan, dan rasa hormat masyarakat Palembang atas kehadiran sang tamu dan dalam tari ini tersirat sebuah makna ucapan selamat datang dari orang yang mempunyai acara kepada para tamu.

Tari tanggai memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya adalah Tari tanggai dibawakan oleh 5 orang sedangkan tari Gending Sriwijaya dibawakan oleh 9 orang dan perlengkapan penari Gending Sriwijaya lebih lengkap dibandingkan dengan Tari tanggai. Penari tari Tanggai menggunakan pakaian khas daerah seperti kain songket, dodot, pending, kalung, sanggul malang, kembang urat atau ramai, tajuk cempako, kembang goyang dan tanggai yang berbentuk kuku terbuat dari lempengan tembaga dan kerana tanggai yang dipakai penari, maka tari ini dinamakan tari tanggai.

Tari ini merupakan perpaduan antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah sehingga penari kelihatan lebih anggun. Kelenturan gerak dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya tuan rumah memberikan penghormatan kepada tamu. Perpaduan gerak gemulai penari dengan harmoni lagu pengiring yang berjudul “enam bersaudara” melambangkan keharmonisan hidup masyarakat Palembang.

Pada zaman sekarang, tari tanggai selain dipertontonkan dalam acara pernikahan masyarakat Palembang,tari ini juga dipertontonkan dalam acara-acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah. Sanggar-sanggar seni di kota Palembang banyak yang menyediakan jasa pergelaran tarian tanggai ini, lengkap dengan kemewahan pakaian adat Sumatra Selatan.

8. Bangka Belitung

    - Tari Putri Bekhusek


Tari Putri Bekhusek, artinya sang putri yang sedang bermain. Tari ini sangat populer di Kabupaten Ogan Komering Ulu dan melambangkan kemakmuran daerah Sumatera Selatan.


9. Bengkulu

    - Tari Andun



Tari Andun adalah salah satu tarian rakyat yang berasal dari Bengkulu dan dilakukan pada saat pesta perkawinan. Biasanya dilakukan oleh para bujang dan gadis secara berpasangan pada malam hari dengan diringi musik kolintang. Pada zaman dahulu, tari ini biasanya digunakan sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi. Sebagai bentuk pelestariannya saat ini dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat, khususnya bujang gadis.

10. Lampung

      - Tari Jangget



Tarian yang pertama atau ada di Lampung ini sendiri adalah tarian jangget, dimana seperti yang kita tahu tarian ini sendiri sudah sangat terkenal di provinsi ini sendiri dan salah satu tarian yang paling sering digunakan oleh warga daerah provinsi ini sendiri. Dalam tarian ini sendiri tentu saja memiliki makna tersendiri bagi orang yang menciptakannya, seperti halnya pada tarian-tarian daerah Indonesia lainnya yang tercipta bukan karena tidak ada arti sama sekali tetapi dalam tarian ini tentu saja memiliki makna yang sangat besar sekali dalam isi dan juga gerakan yang ada pada tarian ini sendiri sehingga orang yang melihat pun dapat mengerti apa arti dari tarian ini sendiri.

Tarian ini sendiri biasanya digunakan pada upacara-upacara adat yang biasa dilangsungkan dalam setiap kegiatan adat yang ada di daerah ini sendiri. Dalam hal ini biasanya daerah ini sering menampilkan tarian ini untuk upacara adat mereka sendiri, dan biasanya tidak semua orang atau kalangan bisa melihatnya, dikarenakan upacara adat yang dilakukan pun terkadang bersifat tertutup tapi ada juga terkadang terbuka sehingga masyarakat umum sudah sangat mengenal tarian ini sendiri. Tarian ini sendiri melambangkan keluhuran budi dan juga susila raykat provinsi Lampung ini.

11. DKI Jakarta

       - Tari Yapong


Tari Yapong merupakan suatu bentuk tarian dari Jakarta yang diciptakan untuk sebuah pertunjukan. Tarian ini bukan jenis tarian pergaulan seperti tari daerah kebanyakan, misalnya tari Jaipong dari Jawa Barat. Namun dalam perkembangannya, tarian ini sering dijadikan sebagai tari pergaulan untuk mengisi sebuah acara sesuai dengan permintaan karena tarian ini penuh dengan variasi di dalamnya.
Pada awalnya, tari Yapong dipertunjukkan dalam rangka mempersiapkan acara ulang tahun kota Jakarta ke-450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI mempersiapkan sebuah acara pagelaran tari massal dengan mengangkat cerita perjuangan Pangeran Jayakarta. Pagelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan kepada Bagong Kussudiarjo untuk menyelenggarakan acara tersebut. Untuk mempersiapkan pagelaran itu, Bagong mengadakan penelitian selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat Betawi. Bagong melakukan penelitian tersebut melalui perpustakaan, film, slide maupun observasi langsung kepada masyarakat Betawi. Akhirnya, pagelaran ini berhasil dipentaskan pada tanggal 20 dan 21 Juni 1977 bertempat di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Pementasan tersebut didukung oleh 300 orang artis dan musikus yang ikut andil di dalamnya.

Tari ini merupakan tari yang gembira dengan gerakan yang dinamis dan eksotis. Dalam gerakan tarian Yapong diperlihatkan suasana yang gembira karena menyambut kedatangan Pangeran Jayakarta. Adegan tersebut dinamai Yapong dan tidak mengandung arti apapun. Istilah tersebut muncul dari lagunya yang berbunyi ya, ya, ya, ya yang dinyanyikan oleh penyanyi pengiringnya serta suara musik yang terdengar pong, pong, pong, sehingga lahirlah “ya-pong” yang semakin lama berkembang menjadi Yapong.

12. Jawa Barat

      - Tari Jaipong



Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Karawang,Jawa Barat, yang sangat populer di Indonesia.
Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H Suanda sekitar tahun 1976 di Karawang, jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan beberapa elemen seni tradisi karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu dan lain-lain. Jaipongan di karawang pesat pertumbuhannya di mulai tahun 1976, di tandai dengan munculnya rekaman jaipongan SUANDA GROUP dengan instrument sederhana yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab dan sinden atau juru kawih. Dengan media kaset rekaman tanpa label tersebut (indie label) jaipongan mulai didistribusikan secara swadaya oleh H Suanda di wilayah karawang dan sekitarnya. Tak disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat, selanjutnya jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat karawang dan mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakat karawang dan menjadi fenomena baru dalam ruang seni budaya karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat. Posisi Jaipongan pada saat itu menjadi seni pertunjukan hiburan alternative dari seni tradisi yang sudah tumbuh dan berkembang lebih dulu di karawang seperti penca silat, topeng banjet, ketuk tilu, tarling dan wayang golek. Keberadaan jaipong memberikan warna dan corak yang baru dan berbeda dalam bentuk pengkemasannya, mulai dari penataan pada komposisi musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.

Mungkin diantara kita hanya tahu asal tari jaipong dari Bandung ataupun malah belum mengetahui dari mana asalnya. Dikutip dari ucapan kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar ) Karawang, Acep Jamhuri “Jaipong itu asli Karawang. Lahir sejak tahun 1979 yang berasal dari tepak Topeng. Kemudian dibawa ke Bandung oleh seniman di sana, Gugum Gumilar. Akhirnya dikemas dengan membuat rekaman. Seniman-seniman Karawang dibawa bersama Suwanda. Ketika sukses, yang bagus malah Bandung. Karawang hanya dikenal gendangnya atau nayaga (pemain musik). Makanya sekarang kami di Disbudpar akan mencoba menggali kembali seni tari Jaipong bahwa ini seni yang sesungguhnya berasal dari Karawang”. Tari ini dibawa ke kota Bandung oleh Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk mengembangkan tarian asal karawang dikota bandung yang menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.

Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.

Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.

13. Jawa Tengah

      - Tari Bambang Cakil



Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa khususnya Jawa Tengah. Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang. Tari ini menceritakan perang antara kesatria melawan raksasa. Kesatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan beringas. Di dalam pementasan wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga. Perang antara Kesatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan wayang. 

Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan dan keangkaramurkaan pasti kalah dengan kebaikan.

14. Daerah Istimewa Yogyakarta

      - Tari Serimpi Sangupati



Tari serimpi merupakan tarian sakral yang dahulu hanya dipentaskan oleh kalangan internal keraton. Kata serimpi merujuk pada makna impi atau mimpi, mengingat jika menyaksikan tari serimpi penonton seperti terbuai alunan musik dan gerak luwes penari, seolah-olah penonton masuk ke dalam dunia mimpi. Nama serimpi juga dikaitkan dengan 4 unsur dalam kehidupan manusia yang mewakili 4 orang penari, yaitu grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah).

Sebagai tarian yang lahir dari kalangan Keraton Jawa, baik Keraton Surakarta maupun Keraton Yogyakarta. Tari serimpi memiliki banyak jenis, salah satunya adalah dari serimpi sangupati. Tari serimpi ini diciptakan dengan nama tari serimpi sangapati, yang berasal dari gabungan kata sang dan apati yang secara harfiah bisa diartikan sebagai sang pengganti raja. 

Merunut pada sejarahnya, tari serimpi sangupati sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan Pakubuwono VI. Namun, pada masa pemerintahan Pakubuwono IX, tarian tersebut diubah nama menjadi tari serimpi sangupati. Penggantian nama ini tidak lepas dari sebuah peristiwa yang dialami Keraton Surakarta pada zaman kolonialisme Belanda. Peristiwa tersebut berkaitan dengan arogansi kolonialisme Belanda yang memaksa keraton surakarta menyerahkan tanah di kawasan pesisir Pulau Jawa.



Peristiwa tersebut kemudian menghasilkan sebuah perundingan. Dalam perundingan, pihak kolonial Belanda dijamu dengan tarian serimpi sangupati. Sejak itulah tari serimpi sangapati berubah menjadi serimpi sangupati. Penari serimpi sangupati dilengkapi dengan properti berupa pistol dan gelek inum, yaitu sebuah wadah sejenis gelas untuk menjamu tamu Belanda yang datang. Pistol tersebut diisi oleh peluru asli sebagai pertahanan jika pihak Belanda melakukan serangan.

Secara umum, penari serimpi sejak dulu menggunakan pakaian temanten puteri gaya keraton, dilengkapi dengan dodotan dan gelung bokor sebagai penghias kepala. Namun dalam perkembangannya, terjadi banyak perubahan, seperti misalnya penggunaan kain seredan, baju tanpa lengan berwarna terang, dan bulu burung kasuari sebagai hiasan kepala. Keris menjadi salah satu properti penting yang biasanya diselipkan menyilang ke kiri. Penggunaan properti keris tidak lepas dari representasi tari serimpi sebagai tarian keraton. Meski demikian, pada tari serimpi sangupati, properti keris diganti dengan pistol. Hanya saja, jika dahulu pistol diisi dengan peluru sungguhan, kini properti tersebut hanya menjadi pelengkap tarian saja.

Tari serimpi sangupati memiliki makna mendalam tentang nilai-nilai luhur agar manusia mampu melawan dan mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Pesan dalam gerakan tari serimpi juga mengajarkan agar segala tingkah laku manusia mengandung jalan kebaikan dan kesejahteraan. Satu lagi kesenian tradisi yang lahir dari kehidupan keraton yang harus dijaga dan dilestarikan agar keberadaannya tidak punah termakan zaman.

15. Jawa Timur

      - Tari Remo



Tari Remo berasal dari Kabupaten Jombang, Jawa Timur [butuh rujukan]. Tarian ini berasal dari kecamatan Diwek Di desa Ceweng, tarian ini diciptakan oleh warga yang berprofesi sebagai pengamen tari di kala itu, memang banyak profesi tersebut di Jombang, kini Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludruk. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah.

Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.

Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.

Berdasarkan perkembangan sejarah tari remo, dulunya tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

16. Bali

      -Tari Kecak



Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack), adalah pertunjukan tarian seni khas Bali yang lebih utama menceritakan mengenai Ramayana dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

17. Nusa Tenggara Barat

      - Tari Mpaa Lenggogo



Tari Mpaa Lenggogo, sebuah tarian guna menyambut Maulid Nahi Muhammad SAW. Tarian ini juga sering dipertunjukkan pada upacara-upacara perkawinan atau upacara khitanan keluarga raja.

18. Nusa Tenggara Timur
       
     - Tari Caci


Caci atau tari Caci atau adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti) , upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting.

Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul (disebut paki) berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau/sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering dan keras yang disebut lempa atau lidi enau yang masih hijau (disebut pori). Laki-laki yang berperan sebagai penangkis (disebut ta’ang), menangkis lecutan pecut lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang atau tereng. Perisai berbentuk bundar, berlapis kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis.

19. Kalimantan Barat

      - Tari Monong 


Tari Monong adalah salah satu tarian tradisional suku Dayak di Kalimantan barat. Tari Monong juga sering di sebut sebagai tari manang. Tarian ini merupakan tarian penyembuhan atau tarian penolak penyakit yang di lakukan saat warganya terkena penyakit.

Tarian Monong awalnya merupakan tarian penyembuhan yang di lakukan oleh para dukun suku Dayak dengan membacakan mantra sambil menari. Dalam tarian ini juga di ikuti oleh anggota keluarga dari yang sakit dan di pimpin oleh seorang dukun. Tarian Monong merupakan ritual yang di lakukan untuk memohon penyembuhan kepada Tuhan agar warga yang sakit di berikan kesembuhan. Namun seiring dengan perkembangan jaman, tarian ini tidak hanya di gunakan sebagai tarian penyembuhan saja, namun juga sebagai sarana hiburan sebagai pelestarian kesenian tradisional suku Dayak.

Gerakan dalam Tari Monong lebih menekankan pada gerakan saat dukun melakukan ritual penyembuhan. Gerakan tersebut adalah gerakan saat dukun melakukan pembacaan mantra dan menari pada saat ritual berlangsung, sehingga tarian ini sangat kental dengan nuansa mistis.

Dalam pertunjukannya, Penari di balut dengan busana khas suku Dayak di Kalimantan barat. Penari juga di lengkapi dengan berbagai alat yang di gunakan untuk ritual. Dalam tarian ini juga di iringi oleh berbagai alat music tradisional suku Dayak agar suasana pertunjukan lebih hidup.

Dalam perkembanganya, Tari Monong tidak hanya di gunakan untuk ritual saja, namun juga di gunakan sebagai hiburan masyarakat. Tentunya dalam transformasi itu banyak kreasi dan variasi dalam gerakan saat pertunjukannya. Kreasi tersebut di lakukan untuk melestarikan kesenian tradisional suku Dayak di Kalimantan barat, selain itu juga agar pertunjukan terlihat menarik, namun tetap tidak menghilangkan nilai - nilai di dalamnya. tarian ini sering di pertunjukan pada saat acara adat seperti Bemanang/Balian, penyambutan tamu, dan juga di festival budaya.

Nah cukup sekian pengenalan tentang Tari Monong tarian tradisioanal dari Kalimantan barat. semoga dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang tarian tradisional di Indonesia.

20. Kalimantan Tengah

      -  Tari Balean Dadas



Tari Balean Dadas adalah tarian adat masyarakat Dayak di Kalimantan tengah untuk meminta kesembuhan kepada Ranying Hatala langit (Tuhan) bagi mereka yang sakit. Tarian ini biasanya di lakukan oleh dukun perempuan suku Dayak. Nama Balean Dadas sendiri di ambil dari sebutan dukun perempuan, yang dalam masyarakat Dayak disebut Balean Dadas.


Dalam pertunjukan Tari Balean Dadas sangat kental akan nuansa mistis. Karena awalnya tarian ini di gunakan masyarakat dalam ritual penyembuhan warga yang sakit. Namun seiring perkembangan, tarian ini di adaptasi menjadi tarian kebudayaan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan tengah sebagai pelestarian kebudayaan asli masyarakat Dayak. Tradisi ini juga masih di lakukan oleh masyarakat Dayak di pedalaman.

21. Kalimantan Selatan

      - Tari Baksa Kembang


Tari Baksa Kembang berasal dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan sebagai tarian untuk menyambut tamu. Tari ini biasanya ditarikan oleh wanita, baik  tunggal dan dapat juga ditarikan  oleh beberapa penari wanita. Awal mulanya sekira abad 15 sebelum masehi, seorang pangeran bernama Suria Wangsa Gangga di kerajaan Dipa dan Daha di pulau Kalimantan mempunyai seorang kekasih bernama putri Kuripan. Satu peristiwa di waktu yang lain adalah saat putri Kuripan memberikan setangkai bunga teratai merah kepada pangeran. Peristiwa itu merupakan cikal bakal lahir tarian Baksa Kembang di Banjar provinsi Kalimantan Selatan.


22. Kalimantan Timur
     
     - Tari Gong



Tari Gong adalah tarian tradisional suku Dayak di Kalimantan timur yang menggunakan gong sebagai media menarinya. Tarian ini di mainkan oleh seorang gadis yang menari di atas gong dengan penuh keanggunan, nama Tari Gong sendiri di ambil dari situ. Tari Gong ini sering di sebut dengan nama tari kancet ledo oleh masyarakat Dayak di sana.


Gerakan dalam Tari Gong menggambarkan kelembutan seorang gadis yang terlihat dari gerakan tubuh dan tangannya yang lemah lembut. Gerakan dalam tarian ini memang tidak begitu banyak seperti tarian dari Kalimantan timur lainnya, bahkan banyak gerakan yang di ulang - ulang. Namun yang di tonjolkan dalam tarian ini adalah kelembutan sang penari dalam bergerak dan menari. Gerakan pada tarian ini lebih fokus pada gerakan tangan saat melambai, gerakan tubuh, dan juga gerakan kaki saat melangkah dan berpijak di gong. Semua gerakan itu di mainkan penuh dengan kelembutan. Tarian ini memang terlihat sederhana, namun kelenturan dan keseimbangan sangat di butuhkan dalam menari tarian satu ini.

23. Sulawesi Utara

     - Tari Maengket



Maengket merupakan tarian rakyat yang berasal dari Minahasa. Maengket dibawakan oleh penari perempuan maupun laki-laki dengan memakai pakaian putih. Tari ini dibawakan oleh penari dalam jumlah banyak, bisa hanya penari perempuan, hanya penari laki-laki atau pun campuran. Tarian ini menggunakan gerak dan irama yang sederhana. Iringan untuk Maengket adalah musik tambur. Seperti halnya di Jawa terdapat tari ledek, tari Maengket bertujuan untuk bersyukur terhadap dewi kesuburan. Maka, Maengket dipentaskan setiap kali panen usai. Namun, seiring perkembangannya tari Maengket tidak hanya menjadi tari usai panen saja, tetapi juga tari untuk menyambut tamu agung. Selain itu, digunakan juga untuk merayakan hari-hari besar. Bahkan, tari Maengket kini menjadi sarana promosi terutama dalam dunia pariwisata. Iringan untuk Maengket pun semakin meriah karena menggunakan tifa, tambur, kolintang dan lagu-lagu dengan lirik khas Minahasa.Karena jumlah penarinya yang banyak, Maengket termasuk dalam kategori tari massal.

24. Sulawesi Barat

    - Tari Patuddu



Tari Patuddu adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Barat. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari wanita dengan gerakannya yang lemah gemulai dan menggunakan kipas sebagai alat menarinya. Tarian Patuddu merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi Barat dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara penyambutan, pertunjukan seni, dan festival budaya.

Sejarah Tari Patuddu

Tari Patuddu dulunya ditampilkan untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan perang. Menurut sejarahnya, pada zaman dahulu di daerah Sulawesi Barat pernah terjadi peperangan antara Kerajaan Balanipa dan Passokorang. Sepulangnya dari perang, Kerajaan Balanipa mempunyai caranya tersendiri untuk menyambut para pasukan yang pulang dari medan perang tersebut, salah satunya dengan menampilkan Tari Patuddu ini. Selain sebagai wujud penghormatan untuk para pahlawan, tarian ini digunakan untuk hiburan bagi para pasukan. Seiring dengan berakhirnya peperangan, Tari Patuddu ini kemudian lebih difungsikan sebagai tarian penyambutan Raja maupun para tamu penting yang datang ke sana. Hal tersebut berlanjut dan menjadi tradisi masyarakat Mandar hingga sekarang.

25. Sulawesi Tengah

     - Tari Lumense



Tari Lumense atau Tarian Lumense adalah tarian yang berasal dari Tokotu'a, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Kata lumense sendiri berasal dari bahasa daerah setempat yakni lume yang berarti terbang dan mense yang berarti tinggi. Jadi, lumense bisa diartikan terbang tinggi. Tari lumense sendiri berasal dari kecamatan Kabaena. Suku Moronene merupakan penduduk asli dari wilayah ini. Nenek moyang suku ini adalah bangsa melayu tua yang dating dari hindia belakang pada zaman pra sejarah. Secara geografis, kecamatan kabaena merupakan pulau terbesar setelah buton dan Muna di Sulawesi tenggara. Menurut sejarah, dahulu kecamatan kabaena berada di bawah kekuasaan kerajaan Buton sehingga hubungan kekerabatan antara Kabaena dan buton pun sangat erat. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan di wilayah Kabaena termasuk tari Lumense.

26. Sulawesi Tenggara

     - Tari Dinggu


Tari Dinggu adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Tarian ini merupakan tarian rakyat yang menggambarkan suasana dan aktivitas masyarakat saat musim panen, terutama musim panen padi. Tari Dinggu biasanya ditampilkan oleh para penari pria maupun wanita dengan berpakaian layaknya para Petani pada zaman dahulu. Tarian ini sangat dikenal di masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti pesta panen raya, penyambutan, perayaan hari besar, festival budaya dan lain-lain.

Sejarah Tari Dinggu

Menurut sejarahnya, tarian ini berawal dari kebiasaan masyarakat Tolaki saat panen raya, terutama masa panen padi. Mereka melakukan aktivitas panen tersebut secara bergotong-royong atau bersama-sama, mulai dari memetik padi, mengangkat padi, dan lain-lain. Setelah padi terkumpul semua maka diadakan Modinggu, yaitu semacam menumbuk padi secara masal yang dilakukan oleh para muda-mudi.


Setelah acara Modinggu selesai kemudian  diakhiri dengan Lulo bersama sebagai hiburan serta melepas lelah. Selain itu Lulo juga dilakukan untuk mempererat kebersamaan mereka. Tradisi ini terus berlajut di kalangan masyarakat Tolaki, hingga akhirnya menjadi suatu tarian yang disebut dengan Tari Dinggu ini.

27. Sulawesi Selatan

     - Tari Bosara


Tari Bosara adalah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan. Pada zaman dahulu tarian ini sering ditarikan untuk menjamu raja, menyambut tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan. Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat.
Bosara sendiri merupakan piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. Bahan dasar bosara berasal dari besi dan dilengkapi dengan penutup khas seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, seperti warna merah, biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya. Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara tertentu, khususnya acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai budaya.
Selain digunakan sebagai salah satu alat yang digunakan para penari tarian daerah, bosara juga biasanya menjadi tempat sajian aneka kue tradisional yang diletakkan di meja pada acara resmi pemerintahan sebagai simbol adat Sulsel, khususnya pada acara-acara sakral seperti pesta pernikahan adat.
Bosara yang digunakan sebagai wadah kue tradisional maupun lauk, dijejer rapih di atas meja berkaki pendek, biasanya disebut meja Oshin. Untuk melengkapi sajian dalam wadah bosara itu, diletakkan baki kecil yang di atasnya dilapisi kain yang berwarna mirip dengan warna bosara dan meja. Di atas baki kecil tersebut, diletakkan alas dan piring ceper berukuran kecil yang digunakan untuk meletakkan kue tradisional yang diambil dari bosara, kemudian cangkir untuk minuman teh serta tutupnya, ditambah gelas untuk air putih.

Oleh karena itu, tidak heran jika setiap pesta pernikahan adat bugis-Makassar sangat lekat dengan bosara, bahkan ini mentradisi hingga sekarang.

28. Gorontalo

     - Tari Palue Cinde


Tari Peulu Cinde, dibawakan oleh 3 (tiga) orang gadis Kaili yang menyambut tamu penting dengan mengulurkan Cinde yaitu perangkat adat berupa kain putih yang digulung dengan kain panjang dan diberi hiasan gelang panjang. Cinde diulurkan pada tamu kehormatan lalu dibimbing menuju tempat duduknya sambil dihamburkan beras kuning di atas kepalanya, bertanda tamu tersebut disambut dan dihargai keberadaannya. Tarian ini diiringi music kakula yaitu seperangkat alat music tradisional Suku Kaili yang mendiami daerah ini.

29. Maluku

     - Tari Lenso


Tari Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Maluku dan Minahasa Sulawesi Utara. Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik Pesta Pernikahan, Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya. Beberapa sumber menyebutkan, tari lenso berasal dari tanah Maluku. Sedangkan sumber lain menyebut tari ini berasal dari Minahasa.

Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang, di mana ketika lenso atau selendang diterima merupakan tanda cinta diterima. Lenso artinya Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh masyarakat di daerah Sulawesi Utara dan daerah lain di Indonesia Timur.


Dalam tarian ini, yang menjadi perantara adalah lenso atau selendang. Selendang inilah yang menjadi isyarat: selendang dibuang berarti lamaran ditolak, sedangkan selendang diterima berarti persetujuan


30. Papua Barat

     - Tari Perang


Tari Perang adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini melambangkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk berperang, karena tarian ini mampu mengobarkan semangat.


Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah keragaman adat, suku dan budaya yang terbanyak. Dari hasil pengumpulan data oleh tim yang dibentuk kepala Dinas Kebudayaan dan Provinsi Papua dan setelah di seleksi dan ditetapkan melalui seminar yang melibatkan tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Perempuan, tokoh Pemuda dan tokoh Masyarakat mewakili 7 wilayah adat yaitu: Wilayah Adat Mamta, Wilayah Adat Saireri, Wilayah Adat Bomberai, Wilayah Adat Domberai, Wilayah Adat Ha-Anim, Wilayah Adat La-Pago, Wilayah Adat Mi-Pago, ternyata sebanyak 248 suku. Penetapan jumlah 248 suku asli ini merupakan data informasi sementara dan terbaru.

31. Papua 

   - Tari Selamat Datang


Tari Selamat Datang adalah tarian tradisional sejenis tarian penyambutan yang berasal dari daerah Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari pria dan wanita untuk menyambut tamu kehormatan atau tamu penting yang berkunjung ke sana. Tari Selamat Datang merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah Papua. Selain gerakannya yang khas dan enerjik, tarian ini tentu kaya akan makna dan nilai-nilai di dalamnya.

Sejarah Tari Selamat Datang

Menurut sejarahnya, Tari Selamat Datang sudah ada sejak zaman dahulu. Di Papua sendiri pada dasarnya memiliki banyak suku dan setiap suku biasanya memiliki ciri khas tersendiri dalam tarian selamat datang mereka. Tari Selamat Datang sejak dulu sering dilakukan oleh masyarakat di sana untuk menyambut kedatangan para tamu, baik dari luar kota, luar suku, maupun tamu penting lainnya yang dianggap terhormat atau berniat baik dalam kedatangan mereka. Tari Selamat Datang juga merupakan simbol penghormatan dan tanda bahwa tamu tersebut itu diterima dengan baik oleh masyarakat di sana.


Tari Selamat Datang telah menjadi suatu tradisi dikalangan masyarakat Papua, sehingga masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat di sana. Karena kecintaan mereka pada budaya Papua, para seniman disana kemudian mengambangkan tarian ini. Dengan membawa unsur budaya Papua yang beragam dan ciri khas masyarakat Papua dalamnya, maka jadilah Tari Selamat Datang yang sering ditampilkan saat ini. Walaupun begitu beberapa suku di Papua masih tetap mempertahankan tarian selamat datang yang menjadi ciri khas mereka dulu.